Napak Tilas Leluhur Mbay-Dhawe di Kampung Ola Dhawe.

Rumah adat Kampung Ola Dhawe

Entah sore itu tiba-tiba hati kecil saya berbisik, kamu kok di rumah saja. Tidak penasaran kah dengan kampung Ola Dhawe yang pernah diceritakan To’a Yunus. Oh yah TO’a dalam bahasa daerah saya artinya Paman besar  atau sapaan untuk kakak dari Ayah. Kata Toa saya bahwa di kampung itu masih ada jejak peninggalan para Leluhur kita. Kalian anak-anak sekarang harus  tahu itu. Buatkan dalam bentuk cerita bila perlu, sehingga generasi  yang akan datang juga tahu. Singkat cerita malam itu di rumah To’a Yunus. Niat untuk mengeksplorasi kamung Ola Dhawe sudah cukup lama namun belum saya tuaikan entah mungkin waktu belum mengizinkan.

Tetiba sore itu saya menghubungi Kak Holis kami biasa menyapanya dengan sebutan ‘’Om Holis’’. Yah om holis ini adalah anak laki-laki dari TO’a Yunus, ia juga sangat menyukai berhunting bahkan ia sudah memiliki Youtube chanelnya sendiri meskipun subscribernya masih terhitung jari keliking heheh tapi chanelnya sudah cukup banyak viewers karena konten youtubenya banyak mengandung Wisata dan Budaya. Jika penasaran bisa klik melalui link ini yah... :https://www.youtube.com/channel/UC9ZGc4OzSc40yKXGFuDAyMA/feed?activity_view=1kebetulan ada  juga saya yang menyuarakan isi kontenya. Wohwohwo tidak apakan jika mengiklanan diri akoh. ckckck

Hari minggu setelah waktu Solat Ashar kami bergegas menuju kamung Ola Dhawe. Namun sebelum berangkat kami tentu menyiapkan barang-barang yang selalu wajib dan tak boleh ditinggalakn. Yup tapi apa yahh… Handphone dong, kalau untuk soal handphone saya percayakan sepenuhnya kepada om holis yang memiliki kualitas android cukup baik untuk pemotretan. Kenapa bukan saya yah… hehe karena android saya…tit..tit…tit…begitulahhh… huhhuuu saya bukan tidak percaya diri tetapi begitulah keadaanyaaaaa…………...

Oh yah kalian harus tahu bahwa Jarak tempuh ke kampung ola dhawe  sangat praktis dan tentu tidak banyak menguras tenaga alias capek sampai bercucuran keringat. Karena letak geografis wilayahnya masih dalam radius Kota Mbay meskipun tidak di kota-kota amat tapi sangat mudah untuk dijangkau bagi Wisatawan.

Kampung adat yang berlokasi di Desa Dhawe kecamatan Aesesa ini relative gampang untuk dijangkau  hanya menghabiskan waktu kurang lebih 15  menit dari pusat kota Mbay. Perjalanan menuju kampung ola akan  melewati Desa Nggolombay terlebih dahulu. Namun kalian juga harus tahu bahwa desa nggolo mbay ini adalah si empunya bendungan Sutami.  salah satu bendungan terbesar di Nagekeo yang menghubungkan saluran air yang dialirkan ke beberapa titik Konstruksi Mbay untuk lahan persawahan.

Setiba di Kampung Ola, kita tidak boleh seenkanya masuk tentu harus meminta izin atau menyapa warga yang tinggal di sekitaran kampung ola. Sore itu kami menjumpai salah satu bapak yang hendak mencari dedaunan hijau untuk hewaan ternak peliharaannya. Di kampung ola bagi kami tidak cukup asing karena bahasa  yang digunakan masih sama dengan bahasa daerah yang kami gunakan. Sambutan hangat oleh om yang tidak sempat saya tanyakan namanya, Si om bahkan mempersilakan kami untuk secepetnya ke kampung adat tersebut dikarenakan waktu sudah hamir sore.

Tidak pakai lama istilah yang biasa kami gunakan dikalangan anak muda segera menancap gas ke kampung tersebut. Dari pintu masuk kampung ola, kita harus menempuh kurang lebih tiga kiloan meter dengan menggunakan kendaraan roda dua  maupun empat. Tetapi saran saya sebaiknya jika anda hendak berkunjung ke kampung adat ola, sebaiknya menggunakan roda dua, atau buat  kamu yang suka tracking boleh lah dengan berjalan kaki. akses jalan masuk masih menggunakan jalan rabat alias jalan yg di cor dari semen dan kerikil kecil. Sabar dulu, medannya memang rada-rada super menantang , disekitar  jalan tersebut memiliki hutan rindang dan tanjakan super  tinggi. Jadi, kalau berboncengan motor kamu harus memeluk erat se-erat mungkin kawan yang mengendarai atau boleh saja memegang sadel besi di bagian lampu belakang motor. hihihih  Jika tidak dilakukaan demikian kamu akan terasa selonjor koprol dari kendaraan.

Nah setelah menempuh perjalanan lebih dari 15 menit dari pintu masuk,  anda harus menyimpan kendaraan ditempat parkiran. Ehh di tempat ini masih sangat alami kalau dibilang tempat parkiran belum ada sih, hanya ada tempat yang kita jadikan sebagai tempat parkiran. (based on my experinced). Kenapa harus menyimpan kendaraan kita, karena untuk masuk  ke kampung adat ini hanya bisa dengan berjalan kaki.

Di kampung adat pertama kamu akan menemukan dua buah rumah  adat dan masing masing rumah adat ini memiliki pondok kecil persis di samping rumah adat tersebut. Struktur bangunan Rumah  ini menggunakan bahan dasar bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Dihalaman rumah adat ini terdapat tumpukan bebatuan yang disusun rapi. Usia batu tersebut diperkirakan berumur ratusan tahun.


Jika ingin meninjau lebih dalam lagi kita harus berjalan lagi sekitar  lima belas meter menuju kampung adat  ke-dua. Di kampung adat ke-dua ini, kamu akan menemukan delapan rumah adat yang berjejer sangat epik dengan nuansa alam yang asri yang terdiri dari delapan rumah adat.

Untuk menuju ke kampung adat ke-tiga maka, para kita harus menanjak  diantara bebatuan besar sekitar lima menit melewati bukit kecil yang dikelilingi bebatuan besar. Di kampung adat ke-tiga ini terdiri dari lima rumah kampung adat yang berjejer membentuk lingkaran. lalu di tengah kampung adat ini memiliki bebatuan yang disusun rapi membentuk lingkaran. Bebatuan ini berbentuk ceper  yang disusun secara horisontal membentuk lingkaran. Batu ini digunakan para leluhur untuk upacara adat tertentu.

Hari sudah semakin sore, suara lantunan ngaji dari kampung sebelah sudah mulai terdengar sedangkan kami masih penasaran berjalan hingga pada posisi kampung adat terakhir yang letaknya condong ke puncak bukit. . Disetiap memasuki rumah adat tak lupa kami menyapa para leluhur . sepertinya kedatangan kami disambut dengan baik oleh para leluhur. Terdapat tiga buah rumah adat di kampung adat terakhir.  Di kampung adat  terakhir ini menurut cerita To’a bahwa disitulah rumah para leluhur kita dulu. Tidak ada perasaan takut ataupun merasakan hal yang aneh baik tiba maupun kembali dari kampung ini. Entah setiba dirumah  sepertinya ada panggilan leluhur untuk meminta kami kembali berkunjung ke kampung tersebut. Bolehh lah….

Terimakasih semoga menginsprasi.

          

Komentar