Pada jaman
dahulu ada sebuah alkisah yang terjadi di sebuah perkampungan yaitu di kampung
Mbay Dhawe.
Ada
kumpulan beberapa suku yang ada di Mbay, salah satunya adalah ‘’Karaeng Mbay’’
Hiduplah
sebuah suku kecil di sebuah perkampungan dhawe dibawah naungan ’’ ko’da
ma’dhu’’. Ko’dha madhu adalah pujangga keturunan Goa Sulawesi yang telah
menjadi suku asli di Mbay-Dhawe dan menikah dengan masyarakat asli Mbay. Ko’dha
ma’dhu menikahi gadis yang bernama Boe. Boe adalah gadis cantik yang dipinang
oleh ko’dha ma’dhu, namun si Boe ini memiliki seorang adik perempuan yang
cantik jelita yang tidak kalah cantiknya dengan Boe. keelokan dari adik Boe ini
menjadi buruan para lelaki pada waktu itu. Gadis terebut bernama ‘’SU’BHI’’.
Kecantikan dari Su’bhi ini menjadi tantangan bagi Ko’dha Ma’dhu sebagai kaka
Ipar. Selain menjadi istri dari boe, namun ko’dha ingin menjaga adik iparnya agar
tidak diambil oleh lelaki yang salah. Ko’dha selalu menghimbau kepada su’bhi
agar berhati-hati untuk tidak sembarangan bergaul, dikarenakan kehiupan Subhi ini
sangat dipantau oleh anak-anak muda yang ada dikampung sekitar maupun dari
kampung lain. Karena parasnya yang
cantik akhirnya Su’bhi menjadi buruan para lelaki pada waktu itu.
Pada
suatu hari, Su’bhi hendak ke kebun untuk
mencari makanan yang akan dihidangkan untuk makan siang. Tanpa disadari bahwa,
kehidupan sehari-harinya di pantau oleh anak-anak muda yang ingin memilikinya.
Akhirnya Subhi memberanikan diri berjalan ke-kebun sendirian tanpa ditemani
seorangpun. Secara sepontan tiba-tiba ada yang menyandarai subhi secara
diam-diam dan membawa kabur Su’bhi entah kemana. Hari semakin sore namun belum
ada tanda-tanda Subhi balik ke rumah. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi
Ko’dha Ma’dhu sebagai kaka iparnya. Ko’dha semakin geram dengan para budaknya
dikarenakan tidak mampu menjaga subhi dengan baik. hari sudah malam, Boe sebagai kaka kandung dari Subhi pun ikut
khawatir terhadap adik kandungnya yang tak kunjung pulang. Malam itu Ko’dha memerintahkan
para budaknya untuk mencari Subhi ke kebun. Alhasil para budak tak menemukan
jejak kemana Subhi pergi.
Hari
sudah pagi, Ko’dha Ma’dhu memerintahkan seluruh budak-budaknya untuk mencari ‘’Subhi’’
hingga sampai disebuah perkampungn yang bernama ‘’OLA DHAWE’’. Karena hari
sudah malam Ko’dha Ma’dhu bersama rombongannya memasang api ditengah hutan
untuk beristirahat sejenak. Dari kejauhan penduduk asli Ola Dhawe melihat ada kobaran
api yang menjulang tinggi. melihat hal tersebut, budak dari pemimpin kampung
segera memberitahu sang pemimpin kampung yang bernama ‘’DJU’BHAI’’. Pemimpin
kampung tersebut melainkan orang yang telah menculik si Gadis yang bernama
‘’SUBHI’’. Mendengar bahwa ada rombongan
yang memasuki kawasan Ola Dhawe, ‘’Dju’bhai’’ sudah menduga bahwa mereka adalah
rombongan dari Ko’dha Madhu yang hendak mencari adik mereka yang hilang. Dju’bhi pun segera menghampiri rombongan
mereka.
Dju’bhai
: (dju’bhai menghampiri rombongan tersebut) Siapakah kalian, kemanakah kalian
ingin pergi ? (tanya dju’bhi seolah-olah tidak tau tujuan kemana mereka pergi.)
Ko’dha ma’dhu : kami hendak menuju ke arah Timur Matahari
terbit. (jawab dari ko’da ma’dhu)
Dju’bhai : untuk apakah kalian kesana ?
(sambung dju’bhai)
Ko’dha ma’dhu : kami sedang mencari adik perempuan
kami yang hilang sejak beberapa hari yang lalu, kami yakin bahwa adik kami
dibawa lari oleh seseorang ke arah matahari terbit.
(djubhai
seolah-olah tidak tau, padahal ia sudah mengetahui bahwa yang dimaksudkan
adalah ‘’SU’BHI’’). sambung Dj’ubhai;....
Dju’bhai : kalian
tidak perlu menghabiskan tenaga untuk sampai ke arah matahari terbit. Disini
adalah tempat yang tepat untuk mencari Saudari kalian yang hilang. ‘’Tutur
Dju’bi’’
dengan
Istilah yang disebut oleh Dju’bhi Yaitu; (Tagalai Ana ra’dhi apa toro ana
jo’dok) yang artinya: apa tomat di sangga apa terung di jolok) ungkapan
idiomatik tersebut maksud dari djubhai adalah
gadis yang mereka cari itu berada ditangan Dju’bhai.
jawaban
dari dju’bhai langsung dipahami oleh ko’dha ma’dhu beserta rombongannya.
Sebagai ungkapan rasa syukur dan berterimakasih, Djubhai menahan rombongan
ko’dha ma’dhu untuk bermalam di kampung olah dhawe dan memberikan beberapa ekor
hewan sebagai simbol ‘’belis’’ atau mahar untuk keluarga ‘’SUBHI’’ gadis yang
telah dju’bhai culik untuk dijadikan istrinya. Namun pemberian dju’bhi ditolak
oleh ko’dha ma’dhu dan rombongan. Dikarenakan adat dan budaya dari ko’dha
ma’dhu tidak terbiasa dengan menerima barang dalam bentuk hewan sehingga
dju’bhai menggantikan belis tersebut dengan puluhan ton Emas dan Perak.
Bersambung............................
Cerita ini
berdasarkan hasil wawancara dengan sejarahan Mbay ( Yunus Said Mane Tima anak
dari Hamente Mbay Said Mane Tima) kemudian cerita ini dikembangkan berdasarkan
pemahaman individu. Jika ada kesalahan mohon dikoreksi melalui kolom komentar.
Komentar
Posting Komentar