Sepengal kisahku
Perkenalkan
nama lengkap saya Novia Azizah. Orang-orang biasa menyapa saya dengan
panggilan Novi. Tetapi untuk orang yang sangat dekat dengan saya mereka
memanggil saya dengan sebutan Opy, entah menurut mereka panggilan opy lebih
bersahabat dan manja kata teman-teman sebaya ku seperti itu. Aku terlahir dari
keluarga yang sederhana dan dari daerah yang tidak begitu familiar yaitu di
daerah Mbay, Kabupaten Nagekeo-Flores-nusa Tenggara Timur. Ayahku adalah seorang Petani dan Ibuku adalah
seorang Ibu rumah tangga. Sekalipun aku terlahir dari keluarga biasa tetapi aku
sangat bangga memiliki kedua orang tuaku seperti mereka. Aku memiliki dua orang
kakak, kaka saya yang tertua bernama Sri Wahyuni Ramadhan, orang-orang biasa
memanggilnya Yuni, dan saudaraku satu-satunya yang bernama Mohammad Arsunil,
orang-orang biasa memanggilnya Arsunil. Tetapi di keluarga kami sangat bereda
dari yang lain, dimana kami memiliki nama tersendiri Istilanya nama rumah. Ayah
saya adalah tipe seorang ayah yang manja tetapi keras dan disiplin. Dari kecil
kami sudah di didik untuk mengenal Agama, seperti solat di Masjid atau masuk
dalam kelompok anak-anak Muslimah yang dididik untuk belajar mengaji. Di rumah
bapak sering memanggil kami dengan panggilan kesayanganya. Kak Yuni (Tristok), kak
Arsunil (Person) dan saya (Pernof). Panggilan tersebut mugkin di telinga teman-teman
saya mereka merasa lucu dengan panggilan nama-nama tersebut. Tapi aku tidak
pernah malu ketika aku di panggil dengan nama tersebut sekalipun di depan
teman-teman ku. Tiap harinya ayah dan
ibu pergi ke sawah. Jarak sawah dan rumah yang kami tempati tidak lah
berdekatan, namun jaraknya hingga 6 kilometer. Pada waktu itu kami belum punya
kendaraan jadi, jika bapak dan ibu mau ke sawah berarti mereka harus pagi-pagi
berangkat dan menunggu bemo yang taksi arah lokasi sawah kami yaitu di desa
marapokot. Ketika ayah dan ibu pergi ke sawah , aku dan kedua saudaraku kami di
rumah, kadang-kadang kami ke sawah tetapi pada saat liburan saja. Bapak saya adalah tipe seorang bapak yang
pekerja keras, sekalipun terik matahari yang begitu menyengat, bapak tak pernah
lelah mencangkul pematang sawah. Terik matahari yang begitu menyengat
menghantap punggungnya tidak membuat bapak untuk letih bekerja dibawah terik
matahari. Sedangkan ibu di pondok sambil menyipakan makanan untuk bapak selepas
kerja. biasanya bapak dan ibu selesai bekerja ketika matahhari hampir di tutupi
oleh gunung atau suda menunjukan pukul 06 sore. Ayah dan ibu bersiap-siap
menunggu bemo di jalan untuk kembali ke rumah. Ketika ayah dan ibu pulang dari
sawah kami sangat senang. Kami pun menyambut ayah dan ibu dari pintu rumah
sambil teriak ayah...ibuuu. rasa lelah
mereka telah terbayar dengan sambutan gembira dari anak-anak mereka. seiring waktu berjalan penghasilan yang di
dapatkan dengan bekerja sawah cukup menguntugkan sekalipun hanya bertanih.
Untuk di jaman tahun 1998-2000an dengan
penghasilan beras hingga 10 ton adalah hal yang sangat luar biasah bagi para
petani yang ada di daerah Mbay. Dari penghasilan yang ayah dan ibu dapatkan,
mereka tak pernah lupa membeli baju dan mainan yang bagus untuk kami. Selain
bertani ayah juga berdagang hewan di pasar. penghasilan yang ayah dapatkan dari
bekerja sawah, ayah mengelola kembali uang tersebut dengan berdagang hewan.
Biasanya ayah menjual hewan pada hari pasar dan
kebetulan di mbay hari pasar jatuh pada hari sabtu. Ibu selalu setia menemani ayah berdagang di pasar. Kami pun
ikut berdagang di pasar selepas hari sekolah. Di antara kami yang paling
merengek adalah saudaraku satu-satunya kak Arsunil. Ketika kami berada di pasar
permintaan pertama yang di mintainya adalah minta di belikan kacang tanah bakar
yang di jual oleh ibu-ibu tua. Aku
terkadang merasa lucu dengan kebiasaan yang sering di lakukan oleh saudaraku
ketika berada di pasar. Tetapi aku dan kakaku yang tertua seleranya berbeda
mugkin karena perempuan. Kami lebih suka di belikan es campur ato bakso. Di rumah kami sering akur kadang-kadang
berantam, sekalipun sering berantam tetapi kami saling menyayangi. Ketika di
sekolah ada beberapa teman-teman cowok yang sering jailin saya, saudara saya
lah yang sering membela saya bahkan ia sampe mencari dan membalas orang
tersebut. Hari demi hari pu berlalu kami kaka beradik tetap melakukan aktifitas
kami sebagi anak sekolah dan bermain.
Entah apa yang membuat ayah berupa pikiran, tiba-tiba ayah
memutuskan untuk merantau keluar Negeri Malaysia. Waktu itu aku baru duduk di
bangku sekolah dasar Madrasah Ibtidayah Negeri Mbay(MIN), aku belum tau
apa-apa, yang aku tau ayah hanya bepergian keluar kota. Ketika ayah hendak
berangkat, kami sekelurga sempat mengantarkan ayah ke terminal. Setelah berapa
bulan kemudian tiba-tiba muncul dalam benaku. Kenapa sampai saat ini ayah tak
kunjung pulang. Akupun langsung bertanya pada ibu. Dengan ekspresi sedih
mendekati ibu yang sedang masak di dapur. ‘’ibu, ayah dimana, kenapa ayah
perginya lama skali aku kangen sama ayah, kapan ayah belikan aku permainan
baru’’. Itulah kata yang aku ucapkan kepada ibuku. Tetapi ibuku berusaha untuk
mengalihkan pembicaraanku.
‘’Ayah bakal kembali nak, hanya masi ada urusan yang belum
terselesaikan jadi ayah belum bisa pulang nak, ayo makan’’. Jawaban yang sangat
singkat yang dilontarkan oleh ibu yang sengaja untuk melupakan rasa rinduku
terhadap ayah. Selama kepergian ayah keluar kota kami tidak mendapatkan kabar
sama sekali dari ayah berhubung waktu itu belum ada jaringan handphone bahkan
wartelpun belum ada, jika kita ingin menghubungi keluarga kita yang jauh, kita
harus pergi ke kota bajawa. Karena pada waktu itu hanya ada di kota bajawa yang
memiliki jaringan telephone. Beberapa bulan kemudian tiba-tiba ada surat yang
diantarkan ke rumah kami. Ibu yang membuka kiriman surat tersebut karena kami
belum tau membaca. Sejenak hening ketika melihat senyuman yang terpancar
dari wajah ibu . akupun penasaran, ‘’ada
apa ma, kenapa mama tersenyum ketika membaca surat itu’’. Tanyaku. ‘’Anak-anak
besok kita ke bajawa yah, ini surat dari ayah, ayah mau mengirimkan uang untuk
kita’’, kata ibu. Aku dan kedua kakaku tersontak kaget saking gembira mendengar kabar tersebut. ‘’berarti ayah selama ini dimana
ibu’’ aku bertanya. Ayah ada di malaysia nak, ayah lagi mencari uang buat kita,
besok kita harus ke bajawa untuk mengambilkan uang yang dikirim dari ayah. Besok paginya tepat pukul 06.00 aku dan ibuku
menuju ke terminal untuk untuk menumpangi bus ke kota bajawa. Dan waktu itu
adalah kali pertamaku menginjak kota bajawa yang sangat dingin. Di bajawa kami
menginap di rumah saudari kandung ayah kebetulan bertempat tinggalnya di kota Bajawa.
Kebetulan rumah bibiku memiliki telephone rumah, biasanya ayah kalau mau
menghubungi kami melalui telephone rumah bibi. Kata bibi malam ayah mau
telephone mau bicara sama mama dan aku juga. Akupun tak kesabaran lagi untuk
menerima telephone dari ayah.
Jam
menunjukan pukul 07 malam, tiba-tiba bel berbunyi, ‘’itu pasti ayah’’ kata bibi
. bibi yang mengangkat telephone tersebut ternyata yang bel adalah ayah. Bibi
langsung memberikan telephone ke ibu, akupun tak kesabaran untuk berbicara
dengan ayah. Setelah perbincangan ayah dan ibu, kata ibu ‘’ayah mau bicara
nak’’. Dengang gembira aku langsung mengambil telephone yang lagi dipegang ibu.
‘’Ayah..... aku rindu, ayah kapan pulang, kenapa ayah perginya lama sekali’’.
Ayah nanti pulang nak, tidak lama lagi. ‘’Nanti ayah belikan sepedah yah’’.
Kata itulah yang saat ini masi terekam
dalam benakku. Rasanya rindu sekali bisa kembli ke moment itu. Tapi sayang
waktu telah berlalu 10 tahun kemudian ayah pulang, tetapi kami sudah tumbuh
dewasa semua. Wajah ayahku semakin kusam dan tuah. Mugkin telah dimakan usiah
atau mugkin ayah sering kerja berat. Sekian lama kami merindukan kedatangan
ayah. Kami akhirnya bisa berkumpul kembali bersama ayah.
Namun
sayangnya ketika aku duduk di bangku SMA kelas 3, dimana detik-detik terakhir
aku akan lulus dari sekolah menegah. Tetapi pada saat itu juga keluarga kami
dilanda musibah. Ayahku terkena penyakit stroke. Ayah tidak bisa berbuat
apa-apa dan lumpuh total. Saat itulah
keluaga kami diibaratkan seperti dihantam badai. Rasanya ingin ku maki-maki dan
bahwa tuhan tidak adil, kenapa tuhan memberi musibah disaat kami masi merasakan
kasih sayang seorang ayah. Untungnya aku punya seorang ibu yang luar biasah
sekalipun ayah sakit, Ibu tetap banting tulang bekerja sawah menggantikan tulang
punggung ayah demi kelangsungan hidup dan membiayai kami bersekolah. Ketka aku
duduk bersama Teman-teman sebayaku mereka semua telah merencanakan untuk
melanjutkan study setelah lulus nanti. Mereka juga sangat didukung dengan latar
belakang keluarga yang cukup mampu. Ayah mereka masi sangat-sangat kuat untuk
bekerja keras, sedangkan Aku hanya bisa mendengar pembicaraan mereka, aku
bingung tak tau melanjutkan kemana arah selanjutnya setelah lulus nanti. sedangkan
keadaan orang tua sangat tidak mendukung. Semakin hari penyakit yang diderita
oleh ayah semakin parah hingga menjelang hari raya idul adha (HARI RAYA KURBAN
) 15 oktober 2013. entah mugkin tuhan telah merencanakan semua bahwa di saat
hari raya kurban ayah berpulang ke pangkuan sang illahi. Dari pukul 03 sore
ayah merasa sangat lemah dan tak mampu menerima makanan untuk ditelan. Aku
selalu duduk di samping ayah dan memeberikan kekuatan agar ayah tetap kuat.
Kami sekeluarga semua berkumpul . tepat
pukul 11 malam ayah menghembuskan nafas terakhir. Aku tak bisa menahan rasa
sedih. Rasa penyesalanku tiada hentinya, aku merasa bahwa ketika ayahku sakit,
aku tak berhasil merawatnya, hingga penyakit yang ia derita hari demi hari
bukan membaik tetapi malah semakin parah. Penyesalan pada waktu itu tiada henti-hentinya.
Untungnya aku memiliki sanak famili dan teman-teman yang memberikan kekuatan,
terutama sahabat-sahabatku. Banyak hal yang ingin aku buktikan kepada ayah
tetapi tuhan berkehendak lain, terpaksa aku harus mengiklaskan kepergian ayah.
Aku hanya bisa berdoa agar ayah tenang
di alam sana.
Setiap malamnya kami melakukan tahlilan, itupun rasa duka
masih menyelimuti keluarga kami, apalagi ibu rasanya belum rela atas kepergian
ayah.
Hari demi hari telah berlalu, seperti bisa aku tetap melakukan
rutinitasku sebagai anak sekolah yang sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir nasional. sikapku agak
sedikit berbeda dari yang sehari-hari setelah kepergian ayah. aku lebih
banyak menyendiri bahkan jarang berguyon atau pun membaur bersama teman-temanku seperti hari-hari biasanya. sampai pada suatu ketika ujian akhir sekolah telah usia. aku masih dengan diriku yang telah berubah dari anak yang ceria menjadi anak yang menyendiri.
(masih ada kisah lanjutan dari cerita ini, nanti bakal saya share lagi yah...)
Semoga ayahnya Nopi diberikan tempat terbaik disisi Allaah subhanahu wata'alaaa. Semangat terus Noooop 😊
BalasHapusdduhhhh senang dehh ada yg baca tulisanku... hehe maap yahh tulisanya jeleekkk... masi dalam tahap belajar ne mu...
HapusPray for him ...
BalasHapusaaaaa ada mentorku...... maa aci encimmm ..... everything cauze of you...
HapusKapan ke rumah? Untuk selesaikan yang masih ternanggung :p wakakakaka, maksudnya yang ditanya Nopi via WA itu enaknya dibikin langsung saja di rumah saya.
Hapusmasih di mbay ciiimmmmmm ,,,,,, masih urus rumah tangga. wkwkwkk
BalasHapusAdu baca tulisan anak muda ini, tentang ayah luar biasa, mendalam dan penuh refleksi. Tetap semangat Azizah. kehilangan memang sulit sekali tetap kehidupan harus tetap berjalan. tetap semangat ya.. salam
BalasHapus