Hatiku tertambat di Bonat

Menyambut hari kemerdekaan dengan sukacita perjalanan. 

kali ini merupakan kali pertamanya ngebolang bersama teman-teman komunitas ke suatu desa bagian selatan  wilayah kota Mbay yang cukup terkenal dengan wilayah subur. desa ini merupakan penghasil Nanas dan Ubi Keladi yang sempa kami cicipi sebelum ke bonat.

''B O N A T '' MASIH TERDENGAR ASING DITELINGAKU
Apakah kalian  sudah pernah ke bonat?
Ada yang taukah bonat itu dimana?
Apakah bonat ada hubungannya dengan  naga bonar ?
ahhahah Saya sendiri agak asing dengan nama desa tersebut, ternyata dari ribuan desa yang ada di tanah Nagekeo terselip sebuah desa kecil bernama bonat. Sempat terlintas dalam benak saya apakah desa  ini pernah menjadi tempat persinggahan naga bonar kala itu? Hahahha yang pasti tidak yah ...
Jadi kali ini merupakan perjalanan unik bagi saya dan teman-teman, Berawal dari saling coment di beberapa group Whatsapp, kami diajak untuk mengikuti ritual 'Teke Se'' di Desa bonat yang terletak di kecamatan Aeses Selatan, Rendu . momen langkah yang pernah saya lakukan, sebagian orang memilih untuk beristirahat manja sedangkan kami berpetualangan dimalam hari  sambil menjelajahi tanah Nagekeo yang kaya akan budaya dan adat istiadat nya. Tidak disangka bahwa petualangan kali ini kami akan menemukan kawan sejawat yang usianya sudah cukup paruh baya tetapi memiliki semangat dan jiwa muda. 



Siapa dia ????? 



Yahh kak Sil Teda. namanya  cukup tidak asing di dataran Birokrasi Nagekeo, kebetulan beliau terikat dibawah naungan dinas Pariwisata, jadi kalau diajak hunting yang berkaitan dengan wisata alam no coment dehh... dalam keadaan dilematis pun beliau akan keep going forward... wahanhahaa... namun  meskipun beliau berkecimpung didunia pariwisata beliau mengakui kekurangannya dalam mengeksplor wisata.. wewewewe berarti masih kalah dong sama sy yah Bapak ... 😅



Perjalanan menuju Bonat 



Kami berangkat tepat jam 09.14 senin malam/5/08/2019. Perjalanan menuju desa bonat agak molor disebabkan kami harus menunggu beberapa teman yang berdomisili cukup jauh dari pusat kota Mbay. Sebagiannya menggunakan kendaraan, namun entah kenapa teman-teman sebelumnya yang menggunakan kendaraan berubah pikiran untuk menumpang bersama kami. Kata salah satu teman, biar lebih seru pakai mobil. Sontak tawa diikuti teman-teman lain.

Dalam perjalanan diwarnai oleh tingkah kocak,.Teman-teman yang menempati bag mobil belakang menikmati perjalanan sambil memainkan gitar dan bernyanyi tertawa ria, sedangkan saya asik bercerita bersama kak Sil yang mengendarai mobil. Sesampainya di Rendu tepat di kampung adat Tuthubadha  seketika kami menghentikan perjalanan, kebetulan  ada salah satu teman yang rumahnya tepat di antara kampung adat Tuthubadha mengajak kami untuk menikmati hidangan ala kadar yang sudah disiapkan sejak sore sebelum keberangkatan kami dari kota Mbay . tepat di areal parkiran kampung adat pandangan saya secara sepontan berseri takjub akan pesona malam kota Mbay. kilauan cahaya lampu dari kejauhan seolah saya sedang berada di puncak London eyes.  hati saya benar-benar tertambat berada di puncak kampung adat ini. 


segera kami menuju ke salah satu rumah yang telah menanti kedatanan kami.Udara malam dan hembusan angin yang cukup menyengat isi kulit, terobati dengan suguhan minuman hangat ditemani ubi plus ikan teri yang sengaja digoreng balik tomat mugkin sang tuan rumah sengaja agar kami bisa menikmati dengan lahap, dan saya pun cukup lahap menyantap hidangan teh hangat dan ubi yang tidak saya tau namanya,  namun ubi ini cukup terbiasa dengan keadaan indera perasa saya Tapi bukan Indera ke-enam yah... wahanhahaa.....
Setelah menyantap hidangan di Tuthubadha kami segera bergegas menuju Desa Bonat yang sudah menanti kedatangan kami sejak sore. Udara malam semakin menusuk. jaket yang kami kenakan seolah  tak mampu menghalow hembusan udara dingin.
Untuk sampai ke desa Bonat kita harus menempuh   Perjalanan lebih dari 20 Km yah kalau dihitung-hitung dari ota Mbay . Hawa dinginnya malam yang tak bisa berkompromi seakan menghentikan jiwa raga kami untuk bersua. nyanyian gitar teman-teman  dari bak mobil belakang seolah redup seketika. Namun saya seolah tak peduli dengan hawa dinginnya malam dengan terus bercerita bersama kak Sil yang notabene suka bercerita juga.

Akses menuju Bonat

Nah perlu diketahui juga bahwa akses menuju kampung bonat ini belum begitu baik dan cukup memicu adrenalin, kenapa?  kita harus melewati jalan kerikil rabat,  hutan safana luas yang dikelilingi oleh rumput-rumput tinggi, kali mati yang untungnya pada saat itu bukan  musim hujan sehingga dengan leluasa kami melewati kali tanpa aliran air kali, ditambah jalan yang berkelok-kelok menjadikan kami bagaikan saudagar yang hendak berdagang ke suatu negeri... hehehehe...

catatan : Ingat! jika kamu melewati hutan safana rendu pada pagi/sore hari kamu akan merasakan sensasi keindahan rumput  safana yang membentang luas  ditambah panorama  pegunungan Ebulobo yang bakalan buat kamu enggan untuk bergegas.

Tepat kurang 10 menit pukul 10.00 saya dan teman-teman akhirnya sampai di Desa bonat. terlihat pelataran halaman  gereja yang sudah  dikumpuli oleh warga masyarakat setempat dan para partisipan kaulamuda yang telah memenuhi tenda jadi  dalam acara Ritual "TEKE SE". btw dari cerita awal si penulis belum menelaskan ritual  ''teke se''..... 

Belum tau kan Ritual Teke Se itu apa ??? 

Nah ''Teke se'' ini  perlu kita ketahui bersama ni... Jadi teke se kalau  dari bahasa daerah setempat  artinya tandak.  ini merupakan ritual tahunan yang diadakan pada saat akhir bulan juli dan Agustus.  Biasanya masyarakat dan petua adat merayakan dalam acara pembangunan rumah adat atau khitanan sekaligus perayaan hasil panen yang berlimpah  Jika anda datang ke Nagekeo dibulan juli/agustus anda bisa berkesempatan untuk  menyaksikan secara langsung ritual "Teke Se.'" Ritual ini berupa nyanyian dengan  syair yang memiliki makna tertentu dan gerakan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. outfit yang mereka kenakan berciri khas budaya Nagekeo. balutan kain DHOWIK dan TELEPOI cukup menarik perhatian penonton asing seperti saya dan kawan-kawan.  Dalam ritual ini identik dengan peran  anak muda terhadap tempat tinggal dan lingkungan sosial. ritual yang dikemas kedalam bentuk nyanyian mereka mengajak para kaula muda untuk ikut andil dalam pembangunan tanpa harus bepergian jauh.... seklias saya mengamati arti dari syair yang dibawakan. 

Selain untuk ritual, teke se juga bisa untuk penyambutan para tamu kunjungan. Menurut salah satu penggerak Orang Muda Katolik (OMK) saya lupa namanya namun parasnya masih terekam dalam ingatan  saya  ritual Ini sengaja dibuat oleh orang muda katolik dalam sukacita menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan semangat pemuda untuk mempertahankan budaya yang hampir punah ditengah peradaban jaman.  Selain itu juga menurut si dia yang saya lupa namanya tadi bahwa ritual teke se ini akan diadakan tiap tahun dan tidak  hanya terpaku di desa bonat melainkan akan bergilir kesemua tempat... yah hitung-hitung jadi masuk dalam  list perjalanan kami nanti...

Baiklah.....

Malam itu kedatangan kami cukup disambut dengan baik    terutama kak Sil selaku Sekretaris Dinas Pariwisata yang mendapat penghormatan khusus dalam memberikan sambutan. Ditengah acara Ritual  sedang berlangsung. Tak lupa kami mengabadikan momen bersejarah ini dengan menancapkan camera dan handphone yang sengaja sudah kami siapkan ketika bepergian. Saya begitu terpukau dengan semangat dan kerja sama anak muda katolik di desa bonat ini. Semua yang terlibat dalam kegiatan ini adalah orang muda yang notabene belum ada ikatan perkawinan. Sekilas mengamati kegiatan ritual ini ternyata yang menggerakkan adalah anak muda yang baru saja fresh graduated atau lulusan baru dari perguruan tinggi. Ditambah dua partner master of ceremony kondang Willy dan lagi-lagi saya lupa nama gadis yang berciri khas suara serak basah itu cukup kocak dan mengundang tawa para penonton. Kurang lebih 2 jam kami menyaksikan ritual teke se hingga usai sempat juga kami mengabadikan momen bersama peserta dan para petua adat setempat.

Pulang Pagi.... 
(saya pikir pulang pagi untuk anak muda adalah hal biasa asalkan tidak sendirian biar tidak digosip sama tetangga) hehehe

Ayam berkokok mulai terdengar dari perumahan warga, hawa dingin semakin menyiksa. Kami mulai bergegas pulang, dalam perjalanan pulang, ditengah perkampungan sunyi,senyap, masih terlihat beberapa orang warga yang berjalan kaki sambil membungkus seluruh tubuh mereka dengan mengenakan kain "Telepoi" kain khas daerah Rendu yang  berwarna dasar hitam dan ungu . 
''meskipun udara dingin masyarakat setempat tidak membiasakan mengenakan jaket''.

Mereka adalah warga yang berasal dari kampung sebelah.  kebetulan juga mereka ikut menyaksikan ritual teke se. Kami pun mengibahkan untuk menumpang dan mengantarkan hingga Ke tempat tinggal mereka yang cukup jauh dari lokasi.

Lagi-lagi hatiku tertambat .....

Dalam perjalanan pulang hati kami tertambat untuk beristirahat di salah satu pemukiman tanah  kosong  yang luasnya kurang lebih satu hektar. Dalam hayalan saya bahwa lahan kosong ini alangkah indahnya jika dibangun tempat spot menarik Tapi itu hanya sugesti hayalan karena  dikabarkan bahwa lahan tersebut akan dibangun stasi/gereja   (tempat rumah ibadah kecil seperti mushola ). 

Suara angin semakin menyiur hawa dingin pun semakin meraja lela.... sebagian teman-teman ada yang menepi menuju tempat yang jauh dari pandangan untuk membuang hajat. Sebagiannya menikmati ubi rebus plus ikan teri balik tomat yang kami sisihkan dari rumah persinggahan sebelumnya. 

tak ada yang bisa dilihat selain pemndangan gelap gulita hanya ada cahaya mobil yang sengaja dipancarkan. namun kebersamaan ini sulit untuk dilupakan melainkan akan dikenang disuatu masa nanti. kami pun pulang dengan suka cita. 





Komentar