Berpuasa sambil hunting wisata di Nagekeo bersama Dr.Haryadin & Pak Kholil Umam.



Lokasi Bukit Weworowet



Beraktivitas di bulan Ramadhan terkadang membuat sebagian orang khususnya umat muslim enggan untuk beraktivitas, apalagi aktivitas yg cukup menguras tenaga, tetapi kali ini tidak membuat saya dan teman-teman ahli dari Universitas Indonesia   ( Pak Kholil Umam, Pak Drs.Haryadin , dan juga kak ignas  (adjudan khusus Bpk bupati Nagekeo ) yang turut serta menemani kami  berhunting wisata di Nagekeo.

Sabtu/18 mei 2019/ Tepat jam 11 kurang 10 menit kami mulai menghuntig  tempat-tempat yang bakalan dikunjungi. Awalnya saya dan kak Ignas bingung mau dibawah kemanakah para tim ahli ini  Berhubung terik panas matahari kota mbay yang cukup membara yang  tak bisa diajak komoromi jadi sayang jika para experts  ini kulitnya harus hangus terbakar.hehehe....

Sambil bercerita  seputar tempat wisata di Nagekeo sambil saya memikirkan tempat yang bagus untuk dipromosikan. Sebetulnya tempat yang ada di Nagekeo sangatlah banyak, terutama panorama alam sabana dengan julukan seribu bukit yang  memikat banyak orang untuk berkunjung dan menikmati alamnya.

Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Sabana. Eits,,, bukan sabana yang ada di sumbah yah... Nagekeo juga memiliki sabana yang tak kalah kerennya dari pulau Sumba. Namannya Bukit Kesidari. Bukit ini berlokasi di puncak kota Mbay yang tidak begitu jauh dari pusat kota, hanya dengan menghabiskan waktu  10 menit dari pusat kota  pandangan anda seketika akan berubah  dengan melihat anugerah Tuhan yand tiada habis-habisnya. dari ketinggian anda dapat menikmati sabana bukit kesidari dengan hamparan sawah yang membentang luas didukung background laut Maropokot  yang bakalan buat kamu enggan  untuk beranjak dari tempat ini. Banyak wisatawan dari tetangga kabupaten  berkunjung ke sabana ini, para hunters  menyebutnya  bukit Teletabies. dikarenakan pada saat musim hujan bukit ini terlihat sangatlah hijau. persis berada di bukit Teletabies... bagi anda yang masa kecil sering menonton film Teletabies pasti tau.

 

 berikut potret dari Bukti Kesidari:

Drs. Haryadin (Dosen Manajemen UI)














Pak Hayadin dan Pak Umam

Ini adalah salah satu tim ahli UI pak Dr. Haryadin yang sangat terkesima dengan panorama alam sabananya.  Rencananya bakalan buat projek sih kata beliau. Ehh bongkar kartu. Wkwkkwkw...

Setelah kurang lebih 15 menit berhunting di bukit kesidari , kami menuju ke lokasi berikutnya yang menjorok ke arah selatan yaitu  Bukit Malasera. Bukit ini berlokasi tepat dibelakang sekolah Menegah Atas Negeri satu  Nagekeo.

Ditempat ini para experts UI masih terkesima dengan panorama sabana. Masih tidak jauh berbeda dengan pesona bukit kesidari. lekukan bukit,jurang tinggi ditambah background gunung Ebulobo sangatlah tepat untuk dijadikan spot parahlayang. Kata salah satu pak namanya pak Umam.
Kurang lebih 15 menit sambil mengambil gambar dan video kami beralih lokasi ke tempat berikutnya.

Bukit Malasera

Pak Kholil Umam

Masih semngatttt?  Masih dong, meskipun sedang berpuasa tidak mengurangi rasa semngat kami untuk berhunting ditambah partner jalan kak Ignas yang selalu setia mendokumentasi setiap moment kami. Hehe
Cayooo kak ignas. ... 😊

Setelah dari Malasera, kami beralih ke kampung adat Tuthubadha yang berlokasi di desa Rendu kecamatan Aesesa-Mbay. Untuk menuju ke lokasi ini sangatlah relatif mudah, anda  hanya menghabiskan waktu kurang lebih  25 menit dengan menggunakan roda dua maupun empat  dari pusat kota mbay. 

Keunikan dari kampung adat ini karena culture heritage dan history  nya masih sangat terjaga dengan baik. Dikampung adat ini terdiri dari 12 rumah adat dengan kepala keluarga nya masing-masing. Tepat di bulan juli tanggal 15 petua dan pengurus kampung adat ini mengadakan ritual tahunan. Pada saat ritual para penghuni di kampung adat baik wisatawan yang hendak mengikuti prosesi ritual wajib mengenakan sarung tenun khas kampung adat Rendu yaitu Telepoi. Sarung tenun dengan  berbahan dasar hitam secara keseluruhan.

Kampung adat Tuthubadha

Pak Hayadin dan Pak Umam bersama mama Modesta salah satu penduduk kampung adat


selepas dari kampung adat Thutubadha kami beralih  ke tempat berikutnya. tempat ini namanya tidak asing bagi saya. dulu waku kecil pernah dicertakan bahwa nama tempat ini ada kaitannya dengan pahlawan dari Sulawesi. singkat cerita yang pernah saya dengar seperti itu. nama pantainya, Pantai Kota Jogo...

Perlu diketahui juga kota jogo ini merupakan tempat mendarat pertama kali oleh orang-orang portugis di Flores bagian utara  waktu itu.

Untuk lokasinya :
kota jogo ini mengarah ke  pantai utara  kab.Nagekeo bersebelahan lagsung dengan Kabupaten Ende.



Pendekar UI memakai syal Telepoi di pantai Kota Jogo

Keunikan dari Pantai kota jogo ini karena memiliki suasana pantai yang tenang, pasir putih yang membentang sepanjang bibir pantai  dan juga tembok batu  putih di sepanjang pantai tersebut. Kalau dikata, pantai ini Paling bagus untuk berhibernasi dari kesibukan. Preeeenggg. ......

Terik panas matahari semakin meredup ditutupi oleh awan-awan tebal. Berhunting wisata kamu pun masih berlanjut. Kami bagaikan musafir yang hendak bepergian jauh. Setelah dari kota jogo kami beralih ke tempat berikutnya, yaitu pantai Maropokot. Untuk menuju ke pantai Maropokot kita akan melewati hamparan sawah luas. Anda juga bisa melewati dua jalur yaitu jalur danga Maropokot, bisa juga melalui jalur danga aeramo. Sesampainya di pantai maropokot lagi-lagi pak Kholil Umam terkesima dengan panorama pasir hitam memanjang luas nan bersih dan elok. Menelususri sepanjang bibir pantai hingga 500 meter, akhirnya pak kholik umam melepaskan sepatunya agar ia bisa bersahabat langsung dengan pasir dan ombak. Bagaikan berjalan diatas kaca kata pak yang biasa disapa akrabnya Umam.  Dipantai ini jarang kita temukan sampah berhamburan, pemuda dan masyarakat sekitar sangat melestarikan pantainya..

Saluuuuttt deh yang beginian ni ...

Ehh matahari sore sudah mulai berlahan-lahan hilang, masih ada satu lokasi yang belum kami kunjungi.... hayoooo apa kira-kira. ....

Yang pasti bukit weworowet yang tidak bakalan terlewatkan apabila ada tamu yang datang ke Nagekeo.

Perjalanan menuju weworowet masih sekitar 30 menit. Sedangkan waktu suda menunjukan pukul 05 lewat 15 menit. Kak ignas semakin mempercepat perjalanan ditambah waktu berbuka puasa tinggal beberapa menit lagi. Sembari mengendarai kendaraan sembari sy mengusulkan untuk membeli takjil (makanan berbuka puasa ) disekitar pinggiran jalan. Selang beberapa  menit kemudian kami sampai pada destinasi hunting terakhir yaitu Bukit weworowet.


Tepat pukul 17.45 kami sampi di bukit weworowet,  tak perlu menunggu lama lagi, sy bergegas mengambil  takjil dari mobil yang sudah kami beli di pinggiran jalan.  Kebetulan takjil yang kami beli jualan punya kaka suri (sepupu saya) dengan ciri khas pisang hijo balut kacang yang bakalan bikin ngangenin... 😆

 ini sala satu video kami pada saat berbuka puasa.

 



Waktu berbuka telah tiba... setelah seharian penuh menahan haus dan lafar alias lapar   ditambah perjalanan panjang menguras tenaga (yah meskipun menggunakan mobil sedan ber-Ac  level 3 tetap saja capek) wkwkw..  seketika rasa lelah tergantikan dengan manisnya pisang hijo ditambah es kelapa segar seolah mengaktifkan kembali sel-sel dalam tubuh.




Berbuka di alam bebas sambil menikmati sunset yang mulai malu-malu menghilang  dari pandangan kami adalah anugerah yang tidak akan terlupakan.

Sampai jumpa di lain cerita yah ....

🙌



Komentar